Sabtu, 28 September 2013

Perbandingan madzhab

QOBLIYAH JUM’AT dan JUMLAH ADZAN JUM’AT
Disusun  Untuk  Memenuhi  Salah  Satu  Tugas  Mata  Kuliah
“ PERBANDINGAN MADZHAB“
Dosen  Pembimbing
Dra. Siti Muhtamiroh, M.Si







Disusun  oleh :

Iis Syafa’atul Hasanah 111-11-002
Edy Supriyanto 111-11-009
Sri Sulastri 111-11-012


TARBIYAH PAI
SEKOLAH  TINGGI  AGAMA  ISLAM  NEGERI  (STAIN)
SALATIGA
Jalan Tentara Pelajar no.2 Salatiga

KATA  PENGANTAR

Puji  syukur  kehadirat Allah SWT. Yang  telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya  sehingga  kami  dapat  menyelesaikan  tugas makalah “PERBANDINGAN MADZHAB” yang di susun guna memenuhi syarat perkuliahan.
Sholawat  serta  salam  kita  sanjungkan  kepada  Nabi  Muhammad  SAW. Yang  telah  membawa  umatnya  dari  zaman  jahiliyah  menuju  zaman Islamiyah  seperti  sekarang  ini.
Rasa  terima  kasih  kami  sampaikan  pula  kepada Ibu Siti Muhtamiroh selaku Dosen pembimbing.
Kami menyadari dalam penyusunan tugas ini pasti terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga bermanfaat bagi pembaca  umumnya  dan  penyusun  pada  khususnya. Amin


                                                                                                                                                   
Salatiga 19 Maret 2013
   

Penyusun











DAFTAR ISI


Halaman  Sampul i        
Kata  Pengantar           ii
Daftar  Isi iii

BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang                4
Rumusan  Masalah                4
BAB II : PEMBAHASAN
Pengertian Adzan dan adzan yang diperselisihkan 6
Sholat Sunnah Qobliyah Jum’at menurut 4 madzhab 8
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan           11
Daftar pustaka 12










BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masalah khilafiah merupakan persoalan yang terjadi dalam realitas kehidupan manusia. Tetapi dibalik itu masalah khilafiah dapat menjadi ganjalan untuk menjalin keharmonisan di kalangan umat Islam karena sikap ta’asub (fanatik) yang berlebihan, tidak berdasarkan pertimbangan akal sehat dan sebagainya. Perbedaan pendapat dalam lapangan hukum sebagai hasil penelitian (ijtihad), tidak perlu dipandang sebagai faktor yang melemahkan kedudukan hukum Islam, bahkan sebaliknya bisa memberikan kelonggaran kepada orang banyak sebagaimana yang diharapkan Nabi.
Perbedaan pendapat inilah yang kemudian melahirkan mazhab-mazhab Islam yang masih menjadi pegangan orang sampai sekarang. Masing-masing mazhab tersebut memiliki pokok-pokok pegangan yang berbeda yang akhirnya melahirkan pandangan dan pendapat yang berbeda pula, termasuk di antaranya adalah pandangan mereka terhadap berbagai masalah jumlah adzan shalat jum’at dan qabliyah jum’at. Untuk itu kami mencoba memaparkan pandangan berbagai mazhab dalam Islam mengenai berbagai masalah tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Berapa jumlah adzan dalam sholat jum’at menurut 4 madzhab?
2. Apa pengertian sholat Qabliyah jum’at?
3. Apa hukum sholat Qabliyah jum’at menurut 4 madzhab?
 BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Adzan

Secara bahasa adzan adalah bentuk ism dari ta’dzin yang berarti pemberitahuan. Sedangkan secara istilah adzan adalah pemberitahuan mengenai masuknya waktu shalat dengan kalimat-kalimat yang ditentukan oleh syariat.

B. Adzan Jum’at yang diperselisihkan

Sering dijumpai dalam pelaksanaan ibadah shalat Jum’at adanya sedikit perbedaan antara satu masjid dengan lainnya. Perbedaan itu antara lain terletak pada adzan. Adzan Jum’at di Masjid tertentu dilaksanakan dua kali, ada juga di masjid yang lain hanya dilaksanakan satu kali. Bagi kelompok tertentu dirasa kurang afdhal atau bahkan dinilai tidak sah jika ibadah Jum’at tidak dengan dua kali adzan. Sementara bagi sebagian umat Islam lainnya, tidak afdhal jika adzan dilaksanakan lebih dari satu kali.

Dilihat dari sejarah, perintah ibadah shalat Jum’at turun ketika Rasulullah masih berdakwah di Makkah. Sementara, situasi Makkah saat itu belum memungkinkan untuk menyelenggarakan shalat Jum’at. Karena memang pada saat itu Rasulullah dan umat Islam tengah menghadapi berbagai tindakan kekerasan dari orang-orang kafir Makkah.

Melihat hal itu, kemudian Rasulullah memerintahkan seorang sahabatnya, Mush’ab bin Umair, untuk menyelenggarakan ibadah Jum’at di Madinah. Dalam banyak riwayat dijelaskan bahwa adzan dalam ibadah jum'’t yang diselenggarakan sejak zaman Rasulullah hingga Umar hanya satu. Yaitu dilaksanakan ketika khatib yang sekaligus dia juga menjadi imam, naik ke mimbar untuk berkhutbah. Setelah masa itu, yakni pada masa Utsman bin Affan, ketika sudah banyak berkembang pusat-pusat jual beli dan orang sibuk di dalamnya, dia berinisiatif untuk memanggil lebih awal orang-orang itu untuk berjum’at, dengan cara menambah adzan menjadi dua kali.

Hal ini diterangkan dalam kitab shahih Bukhari :


عَنِ الزُّهْرِى قَالَ سَمِعْتُ السَّائِبَ بْنِ يَزِيْدَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ اِنَّ اْلاَذَانَ يَوْمَ الْجُمْعَةِ كَانَ اَوَّلُهُ حِيْنَ يَجْلِسُ اْلاِمَامُ يَوْمَ الْجُمْعَةِ عَلَى الْمِنْبَرِ فِى عَهْدِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاَبِى بَكْرٍ وَعُمَرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ فِى خِلاَفَةِ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَكَثَرُوْا اَمَرَ عُثْمَانُ يَوْمَ الْجُمْعَةِ بِاْلأَذَانِ الثَّالِثِ فَأُذَّنَ بِهِ عَلَى الزَّوْرَاءِ فَثَبَتَ اْلاَمْرُ عَلَى ذَلِكَ (صحيح البخاري الجزء 1 ص 315 رقم 916)

Dari al-Zuhri, ia berkata; saya mendengarkan dari Saib bin Yazid ra. Beliau berkata . sesungguhnya pelaksanaan adzan pada hari jum’at pada masa Rasulullah Saw, sahabat Abu Bakar dan Umar hanya satu kali, yaitu dilakukan ketika imam duduk di atas mimbar. Namun ketika masa khalifah utsman dan kaum muslim semakin banyak, maka beliau memerintahkan agar diadakan adzan yang ketiga. Adzan tersebut dikumandangkan di atas Zaura’ (nama pasar) maka tetaplah perkara tersebut sampai sekarang (Shahih al-Bukhari, juz 1 halaman 315 hadits nomor 916)

Dengan demikian disunnahkan adzan dua kali sebelum shalat jum’at, yakni adzan pertama sebelum khatib naik mimbar dan adzan kedua pada saat khatib sudah naik mimbar.

 ‏ ‏[‏قَالَ الشَّافِعِيُّ‏]‏‏:‏ وَقَدْ كَانَ عَطَاءٌ يُنْكِرُ أَنْ يَكُونَ عُثْمَانُ أَحْدَثَهُ وَيَقُولُ أَحْدَثَهُ مُعَاوِيَةُ، وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ‏.

Berkata Asy-Syafi’ie ; Dan sesungguhnya ‘Atha memungkiri (tidak menyetujui) perbuatan itu bahwa Utsman telah melakukan perbuatan muhdats (baru) akan tetapi ia (‘Atha) berkata bahwa Mu’awiyahlah yang melakukan perbuatan muhdats itu. Wallohu a’lam.

Bagi masjid yang menyelenggarakan ibadah jum’at dengan hanya satu kali adzan berarti mengikuti apa yang dilaksanakan pada masa Rasulullah hingga Umar. Sedangkan yang melaksanakan jum’at dengan dua kali adzan mengikuti jejak yang telah dibuat oleh Utsman bin affan. Imam Syafi’I dalam persoalan ini lebih memilih adzan satu kali, alasannya amaliyah yang ada pada masa Rasulullah itulah yang cocok bagi dirinya.

Meskipun adzan dilaksanakan dua kali, yang berarti tidak sama dengan masa Rasulullah, hal itu tidak bisa dikatakan menyimpang dari sunnahnya. Karena dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa umat islam harus mengikuti sunnah-sunnah Rasul dan juga Khulafa’ al-Rasyidin, yang mana Utsman termasuk di dalamnya. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
فعليكم بعدي بسنتي وسنة خلفآء الراشدين من
“Maka hendaklah kamu berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah al-Khulafa al-Rasyidin sesudah aku”. (Musnad Ahmad bin Hanbal)
C. Shalat Sunnat Qabliyah Jum’at
Di sebagian masyarakat muslim sebelum mereka menjalankan ibadah Jum’at yang ditandai dengan dimulainya khutbah, biasanya terlebih dahulu dilaksanakan shalat qabliyah jum’at. Ada yang melakukannya sebanyak dua rakaat ada pula yang empat rakaat. Akan tetapi pada saat yang sama dan di masjid yang sama pula ada sebagian yang tidak menjalankan. Sesuatu yang dapat dipastikan dari hal itu adalah, keduanya dipastikan memiliki dasar pengalamannya masing-masing, yang sudah tentu berbeda.
Para ulama sepakat bahwa shalat sunnah yang dilakukan setelah jum’at adalah shalat sunnah, dan termasuk rawatib ba’diyah jum’at. Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Sedangkan shalat sunnah Qabliyah jum’at terdapat dua kemungkinan :
1) Shalat Sunnah Muthlaq. Waktu pelaksanaannya berakhir pada saat imam memulai khutbah.
2) Shalat sunnah qabliyah Jum’at. Para ulama berbeda pendapat seputar masalah ini, yaitu sebagai berikut :
a) Dianjurkan melaksanakannya.
Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah, pengikut Imam Syafi’I dan pendapat pengikut Imam Ahmad bin Hanbal dalam riwayatnya yang tidak masyhur.
Dalilnya adalah :

- Hadits Rasul yang artinya :
“Semua shalat fardlu itu pasti diikuti oleh shalat sunnah qabliyah dua raka’at.” (HR. Ibnu Hibban yang dianggap shahih  dari hadits Abdullah bin Zubair).
- Hadits Nabi SAW  yang artinya :
“Di antara dua adzan dan iqomat terdapat shalat sunnah, Di antara dua adzan dan iqomat terdapat shalat sunnah, Di antara dua adzan dan iqomat terdapat shalat sunnah bagi yang ingin melakukannya. (HR. Bukhari dan Muslim dari riwayat Abdullah ibnu Mughoffal)
Pendapat Para Ulama Syafi’iyah :

Hasiyah Al-Bajury : “Shalat jum’at itu sama dengan shalat dzuhur dalam perkara yang disunnahkan untuknya. Maka disunnahkan sebelum jum’at itu empat rakaat dan setelahnya empat rakaat.

Minhajut Thalibin oleh Imam Nawawi : “Disunnahkan shalat sebelum   jum’at sebagaimana shalat sebelum dzuhur.”

Iqna’ oleh  Syaikh  Khatib Syarbini : “Jum’at ini sama dengan shalat dzuhur. Disunnahkan sebelumnya empat rakaat dan setelahnya empat rakaat.”
b) Tidak dianjurkan untuk melaksanakannya, yaitu
pendapat Imam Malik, pengikut Imam Ahmad bin Hambal dalam riwayatnya yang masyhur.
- Hadits Abu Hurairah RA yang berbunyi: “ Dan beliau SAW biasa mengerjakan shalat dua raka’at sebelum jum’at dan empat raka’at setelahnya.” (HR. Al-Bazzar, di dalam sanadnya terdapat kelemahan).

- Hadits Ali Bin Abi Thalib RA yang menyebutkan bahwa, “Beliau SAW biasa mengerjakan shalat empat raka’at sebelum jum’at dan empat raka’at setelahnya.” (HR. Al-Atsram dan Thabrani, didalam sanadnya terdapat rawi yang lemah, yaitu Muhammad Bin Abdurrahman As-Sahmi).

Tetapi dalam dalam kitab yang sama lewat riwayat Abi Hurairoh berkata"nabi telah melakukan sholat sunnat dua rakaat qobliyah dan ba'diyah Jum'at" Dalil yang menerangkan tidak dianjurkannya sholat sunnat qobliyah Jum'at adalah sbb. : Hadist dari Saib Bin Yazid: "pada awalnya, adzan Jum'at dilakukan pada saat imam berada di atas mimbar yaitu pada masa Nabi, Abu bakar dan Umar, tetapi setelah zaman Ustman dan manusia semakin banyak maka Sahabat Ustman menambah adzan menjadi tiga kali (memasukkan iqomat), menurut riwayat Imam Bukhori menambah adzan menjadi dua kali (tanpa memasukkan iqomat). (H.R. riwayat Jama'ah kecuali Imam Muslim). Dengan hadist di atas Ibnu al-Qoyyim berpendapat "ketika Nabi keluar dari rumahnya langsung naik mimbar kemudian Bilal mengumandangkan adzan. Setelah adzan selesai Nabi langsung berkhotbah tanpa adanya pemisah antara adzan dan khotbah, lantas kapan mereka itu melaksanakan sholat sunnat qobliyah Jum'at?

Permasalahan ini adalah khilafiyah furu'iyyah.(perbedaan dalam cabang hukum agama) maka tidak boleh fanatik di antara dua pendapat di atas. Dalam kaidah fiqh mengatakan la yunkaru al-mukhtalaf fih wa innama yunkaru al- mujma' alaih.(Seseorang boleh mengikuti salah satu pendapat yang diperselisihkan ulama dan kita tidak boleh mencegahnya untuk melakukan hal itu, kecuali permasalahan yang telah disepakati ulama.)
























BAB III
P E N U T U P

A. KESIMPULAN

1. Jumlah Adzan shalat jum’at
Ulama Syafi’iyyah telah menetapkan bahwa adzan yang disyari’atkan pada hari Jum’at hanya satu kali saja, yaitu adzan yang dikumandangkan saat Imam/Khathib telah naik mimbar. Dan hal itu mengacu pada Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan kedua shahabat beliau: Abu Bakar dan Umar radhiyallahu’anhuma

2. Qabliyah shalat jum’at
Imam Abu Hanifah, pengikut Imam Syafi’I dan pendapat pengikut Imam Ahmad bin Hanbal dalam riwayatnya yang tidak masyhur menganjurkan untuk melaksanakan shalat qabliyah jum’at.
Imam Malik, pengikut Imam Ahmad bin Hambal dalam riwayatnya yang masyhur tidak menganjurkan melaksanakan shalat qabliyah jum’at.












Daftar Pustaka


Arifin Gus, Sudah benarkah shalat kita, Jakarta : Kompas Gramedia, 2009

Asror Miftahul, The power of azan kedahsyatan cahaya spiritual azan, Yogyakarta : Madania, 2010

Maimun Achmad, Mengurai kebekuan khilafiyah, Salatiga : Stain salatiga press, 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar